Untuk memperkuat Tri Dharma perguruan tinggi di STAI RAYA Jember, Muhyidin selaku ketua STAI RAYA Jember membersamai para Pimpinan Perguruan Tinggi dalam sebuah acara opening “6th Annual Converence for Muslim Scholar” Kopertais wilayah IV Surabaya.
Prof. Zaid Ahmad dari Malaysia selaku Speaker memaparkan dalam kajian fiqih ta’ayushnya bahwa isu toleransi saat ini meliputi diversity, plurality, multicultural, multiracial, multi-ethnic, multireligious, dan majority – minority. Untuk menyikapi hal yang begitu kempleks tersebut kita harus melihat perbedaan ini dengan pandangan yang positif, Tuturnya.
Selanjutnya Dr. Zulfa Musthofa selaku salah satu nara sumber pada konferensi ini mengangkat sebuah topik “Islam Nusantara”, ia menuturkan dalam pandangan lain Islam Nusantara dianggap antitesis dari Islam Arab. Istilah Islam Nusantara yang muncul pada mu’tamar NU di Jombang pada tahun 2015 itu Beliau simpulkan bahwa Islam nusantara adalah Islam ahlus sunnah wal jama’ah annahdiyah. Beliau melanjutkan pada sisi historisnya dulu Jawa adalah Melayu dan Melayu adalah Nusantara yang kekuasaannya meliputi Thailand, Malaysia, dll sebelum mengenal negara nation state yang kemudian menjadi negara Indonesia seperti sekarang ini.
Prof. Machsan Muesa pada momen ini mengkaji terkait local wisdom. Local wisdom (kearifan lokal) menurutnya adala tradisi itu sendiri. Di luar konteks Indonesia, local wisdom tidak ada hubungannya dengan religi (agama), berbeda dengan Indonesia, local wisdom sangat kental sekali dengan religi. Beliau menuturkan ayat Al-Qur’an tentang syariat ada sekitar 160 ayat sementara Ayat tentang ilmu ada sekitar 900an ayat. Artinya kalau fiqh didahulukan untuk alat dakwah maka umat sering tengkar. Maka selaras dengan apa yang disampaikan oleh Al-Ghozali dalam Ihya’ makna dari
بالمعروف هو حسن الخلق
Maka pada momen ini beliau menekankan akhlaq sebagai kunci dari dakwah Islam.
