Search

Bustanul Ulum Mlokorejo, Selayang Pandang Abad 18 Hingga Saat Ini

          Cahaya harapan umat itu bermula dari seorang pengusaha dari Sampang Madura beliau bernama Kiai Harun. Beliau bersama sang istri Nyai Khadijah mula-mula mendirikan sebuah usaha di daerah Surabaya namun usaha ini tidak berlangsung lama karena banyak orang-orang jahat yang selalu mengganggu kehidupan beliau. Akhirnya, sang kiai bermunajat kepada Allah melakukan shalat istikharah hingga beliau bermimpi menemukan sebuah cahaya di sebelah timur pulau Jawa seakan-akan mimpi itu membisikkan beliau agar mencari cahaya itu. Keesokan harinya beliau bersama sang istri bergegas menuju ke daerah timur hingga sampailah ke Lumajang dan istirahat di kota tersebut. Ketika malam hari ternyata cahaya itu nampak begitu semakin dekat sehingga keesokan harinya beliau melanjutkan perjalanan terus ke timur sampai masuk wilayah Jember hingga beliau berhasil menemukan cahaya indah tersebut tepat berada di desa Mlokorejo, lalu beliau tinggal bersama sang  istri di tempat cahaya itu ditemukan dan mendirikan sebuah surau (musholla).

          Diperkirakan hal ini terjadi pada abad ke 18, surau tersebut dijadikan pusat pembelajaran al-Qur’an. Seiring waktu, banyak masyarakat desa Mlokorejo dan sekitarnya menitipkan anak-anak mereka di surau ini untuk belajar al-Qur’an kepada sosok Kiai karismatik tersebut. Hari demi hari akhirnya kepercayaan masyarakat kepada beliau semakin meningkat, tak ayal jika jumlah santri semakin banyak.

          Kiai Harun bersama sang Istrinya  Nyai Khadijah memiliki tiga orang putra dan satu putri yang bernama Nyai Maimunah yang kemudian dinikahkan dengan KH. Irsyad Hasyim salah satu santri Kiai Kholil Bangkalan. Kemudian surau ini dikembangkan oleh sang menantu hingga menjadi sebuah pesantren. Berkat bekal ilmu yang beliau miliki serta kegigihan dan keistiqomahan beliau dalam mengembangkan pesantren akhirnya pesantren ini berkembang pesat. KH. Irsyad Hasyim bersama Nyai Maimunah   mempunyai tujuh orang putra yaitu Nyai Hj. Hamidah Hasyim, Mochammad Kholil (wafat muda), KH. Hasan Basri Hasyim, KH. Khotib Hasyim, Nyai Khoiriyah Hasyim, KH. Abdul Karim Hasyim dan Nyai Hj. Juwairiyah Hasyim. Setelah salah satu putri KH. Irsyad hasyim yang bernama Nyai Hj. Hamidah irsyad Hasyim ini menikah dengan KH. Abdullah yaqin, santri dari KH. Ali Wafa PP. Al-wafa Tempurejo dan KH. Abdul Hamid PP. Darul Ulum Banyu Anyar kemudian kepemimpinan pesantren ini diserahkan  kepada beliau.

          Abdulah yaqin bersama Nyai Hj. Hamidah Irsyad melahirkan beberapa putra yaitu Lora Abdul Aziz (wafat muda), Lora Abdul Muqit (wafat muda), Nyai Hj. Azizah Abdy menikah dengan KH. Dhofir Syah lalu mendirikan pesantren Darus Salam di Torjun Sampang Madura , Nyai Hj. Azimah Abdy menikah dengan KH. Affan Malik lalu mendirikan pesantren Bustanul Ulum 3 di desa Krai Kabupaten Lumajang , Nya Hj. Aisyah Abdy menikah dengan KH. Abdul Aziz Marwi lalu mendirikan pesantren Ulul Albab di Candipuro Lumajang, KH. Syamsul Arifin Abdullah menikah dengan Nyai Hj. Karimah Aschal meneruskan pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo, KH. Abdul Hamid Abdullah menikah dengan Nyai Hj. Musfiroh (wafat) mendirikan pesantren Bustanul Ulum 2 di desa Kasiyan, KH. Abdul Halim menikah dengan Nyai Hj. Faiqotul Hikmah lalu mendirikan pesantren Bustanul Ulum Abdul Halim di Mlokorejo dan Nyai Hj. Afifah Abdymenikah dengan KH. Mas Amir Khalili lalu mendirikan pesantren di Pohjantrek Sidogiri.

          KH. Abdullah Yaqin memberi nama pesantren ini Bustanul Ulum atas saran guru beliau sebagai bentuk abdi pada ilmu dalam upaya mencerdaskan anak bangsa khususnya dalam bidang keagamaan. Lalu untuk memudahkan penulis menyebut singkatannya, PPBU Mlokorejo .  Pada tahun 1950 pondok pesantren Bustanul Ulum mendirikan sekolah Formal mulai dari tingkat yang paling rendah yaitu Raudlatul Athfal (RA) hingga tingkat yang tinggi pada saat itu yaitu Pendidikan Guru Agama (PGA) kemudian beliau mendirikan Yayasan yaitu Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI) pada tahun 1956. Setelah yayasan ini berdiri maka perkembangan pesantren semakin pesat dengan ditandai banyak sekali cabang pendidikan yang dibuka baik dalam lingkup pesantren maupun luar pesantren. Pada tahun 1979 YWPI dirubah atau disempurnakan menjadi Yayasan Wakaf Sosial Pendidikan Islam (YWSPI) Tercatat ada  kurang  lebih 150 lembaga baik madrasah maupun Pesantren yang berada di bawah naungan YWSPI dan jumlah santri semakin pesat hingga mencapai tiga ribuan. Pada era ini banyak sekali pondok-pondok pesantren yang melakukan studi banding di pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo.

          Pada tahun 1988, kesehatan KH. Abdullah Yaqin mulai menurun sehingga estafet perjuangan mengemban pesantren ini dilanjutkan oleh KH. Syamsul Arifin Abdullah (putra pertama  beliau) yag telah selesai masa studinya di Ummul Qura Mekkah dengan bimbingan Halaqah mudarris masjidl  Haram di bawah asuhan ulama’ terkemuka pada zamannya seperti :Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki, Syeikh Ismail Zein al-Yamani, Syeikh Abdullah Dardum dan Masyayikh madrasah Shalutiyah.

          Maka, pada tahun 1989 lembaga pendidikan formal dinon-aktifkan, hal ini sangat tepat karena pada saat itu Sumber Daya Manusia (SDM) sangat kurang sekali dan kurang memadai. KH. Syamsul Arifin mengembalikan sistem pesantren ini dengan konsep salafiyah dengan harapan santri semakin fokus tafaqquh fiddin. Seiring dengan berkembangnya zaman, pendidikan non formal saja kurang cukup. Akhirnya para sesepuh, wali santri dan pengurus serta masyarakat  mengharapkan agar di pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo diadakan kembali pendidikan formal. Setelah melalui musyawarah yang sangat panjang akhirnya pada tahun 2000 didirikanlah SMP Plus Bustanul Ulum Mlokorejo kemudian berdirilah SMA Sultan Agung filial Mlokorejo yang dua tahun kemudian diubah nama menjadi SMA Plus Bustanul Ulum Mlokorejo. Pada awal tahun  2007 Pondok Pesantren bustanul Ulum Mlokorejo bekerja sama dengan Universitas Islam Jember (UIJ) untuk membuka Perguruan Tinggi kelas filial di lingkungan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo. Namun, karena ada beberapa hal, maka pada tahun 2010 pondok pesantren tidak meneruskan  kerjasamanya dengan UIJ Jember.

          Selain lembaga pendidikan, pada tahun 2014 lahirlah organisasi Kelompok Bimbingan Haji dan Umroh (KBIHU) Bustanul Ulum Mlokorejo yang secara khusus melayani masyarakat melaksanakan ibadah haji dan umroh. Pada tahun 2020, untuk meningkatkan ekonomi pesantren, PPBU Mlokorejo bersama kopontren Barokah Bustanul Ulum Mlokorejo bekerja sama dengan One Pesantren One Produk (OPOP) yang  program unggulan Pemprop Jatim, dari hasil kerjasama ini banyak produk-produk baru yang berhasil dilauncing oleh PPBU Mlokorejo. Lalu disusul kemudian  pada tahun 2023 lahirlah Lembaga Kesejahteraan Sosial  Anak (LKSA) Bustanul Ulum Jember (Nomor AHU_0012245.AH.01.04. Tahun 2023) yang fokus pada masalah sosial santri khususnya santri yang masuk pada kategori faqir miskin, yatim dan duafa’.

          Pada tahun 2022 (Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 689 tahun 2022) berdirilah Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Abdullah Yaqin (STAI RAYA) Mlokorejo Jember. Berdirinya Perguruan Tinggi ini merupakan sebuah anugerah bagi PPBU Mlokorejo karena berdirinya Perguruan Tinggi ini merupakan salah satu diantara dua cita-cita besar KH. Abdullah Yaqin Mlokorejo. Beliau bercita-cita agar di pondok ini  berdiri Perguruan Tinggi dan Rumah Sakit. Mudah-mudah Allah senantiasa mengijabahkan do’a dan cita-cita mulia Beliau. Semoga Allah juga menganugerahkan kekuatan dan keistiqomahan kepada para penerus KH. Abdullah Yaqin.

 

Sumber :

  • Syamsul Arifin Abdullah Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo
  • Abdullah Hanani Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Ulum AWS
  • Robithul Firdaus, Ph.D Ketua Yayasan Wakaf Sosial Pendidikan Islam PPBU Mlokorejo
  • Para alumni Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo
  • Buku Biografi KH. Abdullah Yaqin karya KH. Abdullah Hakam Syah
+ posts

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top